Macet, mungkin itulah kata-kata atau pikiran yang selalu keluar ketika sebagian orang mendengar kata Jakarta. Memang tidak salah dan tidak dapat dipungkiri, itulah realita yang terjadi di sebagian besar pelosok jalan ibukota negara kepulauan terbesar ini. Hampir setiap hari Jakarta penuh sesak dengan berbagai jenis kendaraan, mulai dari kendaraan roda dua sampai roda empat umumnya terjadi pada hari-hari kerja. Jalan macet bahkan sudah menjadi sangat biasa bagi warga Jakarta dan pemerintah kota Jakarta, yang sangat minim dan terkesan hanya formalitas saja dalam upaya mebenahi kemacetan Jakarta atau bisa jadi pemerintah sudah kepayahan mengatasinya.
Gambar diatas menunjukkan betapa kacau dan parahnya kemacetan di Jakarta yang terjadi pada pagi hari, ketika orang-orang Jakarta berangkat kerja. Ada banyak faktor penyebab kemacetan di Jakarta. Secara umum disebabkan oleh melejitnya tingkat pertumbuhan kendaraan tiap tahun, terutama motor dan mobil yang jauh melebihi pertambahan ruas jalan. Mungkin karena sekarang masyarakat dapat dengan mudahnya memperoleh kendaraan baru dengan sistem kredit yang hanya dengan bermodalkan fotokopi KTP, fotokopi KK, fotokopi slip gaji dan fotokopi tagihan rekening listrik, maka kendaraan baru sudah berada dalam genggaman. Bahkan menurut kabar yang saya peroleh dari media dalam sebuah dialog publik mengenai Rencana Penerapan ERP di Kota Jakarta, Rabu (23/3/2011), Hasbi mengatakan "Rasio jumlah kendaraan pribadi dibandingkan kendaraan umum adalah 98% berbanding 2%. Jumlah kendaraan pribadi tersebut mengangkut 49,7% perpindahan manusia per hari sedangkan kendaraan umum mengangkut sekitar 50,3% perpindahan manusia per hari,",.
Kondisi ini diperparah dengan adanya sekitar 600 ribu unit kendaraan yang mengangkut kurang lebih 1,2 juta orang dari Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi menuju Jakarta. Jumlah ini tentunya terus bertambah.
Penyebab kemacetan Jakarta bukan hanya itu saja, masih banyak penyebab lainnya yang nanti akan saya bahas satu persatu. Bahkan seorang musisi legendaris Indonesia dari tanah Jakarta yaitu Alm. Benyamin. S telah menuliskan dalam salah satu lagunya yang berjudul “Kucing Kurap” yang memang di tujukan untuk menyindir kemacetan Jakarta, beliau mengatakan “percuma itu jalanan dilebarin 700 meter pasti macet lagi kalo masing-masing gak tau diri”. Padahal dimasa lagu itu sekitar tahun 1970an kemacetan dan kepadatan jalan ibukota karena kendaraan belum sebanyak saat ini.
Dari berita – berita yang saya dapat Polda Metro Jaya mencatat ada sekitar 747 titik kemacetan di Ibu Kota. Titik-titik tersebut tersebar dilima wilayah DKI Jakarta. Direktur Lalulintas Polda Metro Jaya Kombes Pol Royke Lumowa mengatakan, 747 titik macet itu disebabkan beberapa masalah, dari mulai bottle neck, pintu pusat perbelanjaan, perempatan, dan lampu merah. "Semuanya menjadi titik-titik kemacetan," katanya di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Jumat (5/8/2011).
Saya akan coba memaparkan hal – hal yang menyebabkan kemacetan Jakarta. Kemacetan tidak terjadi karena satu sebab, melainkan banyak hal yang berkait satu sama lainnya yang menjadi pemicu kemacetan Jakarta.
Yang pertama pastinya sistem pelayanan transportasi umum sangat jauh dari kata baik. Angkutan umum yang ada pada saat ini, seperti bus dan angkot(mikrolet) sangat tidak nyaman, mulai dari kualitas kendaraan yang buruk sampai pelayanan supir dan kondektur yang juga buruk. Ulah supir angkutan – angkutan umum juga sangat seenakanya, seperti berhenti di pinggir jalan semaunya untuk menurunkan atau menunggu penumpang datang atau istilahnya yang sering disebut oleh masyarakat dengan “ngetem”.
Kita tidak bisa menyalahkan hanya dari pihak angkutan umumnya saja, tapi juga sistem transportasi yang lebih berkembang dengan kendaraan berkapasitas kecil, angkot tapi bukan bus. Rutenya pun tidak dievaluasi dan disesuaikan dengan kebutuhan. Mungkin pemerintah mulai coba memperbaiki dengan adanya transjakarta atau yang lebih dikenal dengan busway. Dari pandangan saya itu belum menyelesaikan masalah, karena busway memerlukan jalur sendiri yang otomatis mengambil sebagian jalan umum sehingga semakin sempit dan malah mengakibatkan semakin memadatnya kendaraan di jalur ibukota yang semakin sempit. Itu dikarenakan rute – rute jalan yang sudah terdapat koridor busway, tidak diimbangi dengan penghentian aktivitas angkutan umum kapasitas besar lainnya seperti bus umum (metromini, kopaja dan lainnya) yang satu rute dengan koridor busway yang mengakibatkan bukan berkurang kemacetan, tapi semakin padat jumlah kendaraan. Menurut saya itu berlebih dan mubazir, karena ada busway dan bus-bus umum lainnya yang beroperasi dalam satu rute, seharusnya ada yang datang, ada juga yang pergi dan itu hukum alam, sehingga tidak terjadi penumpukan angkutan umum kapasitas besar dalam satu rute.
Mungkin pemerintah seharusnya mencari solusi transportasi umu yang tidak memakan jalan umum, seperti monorail yang sempat dibangun tapi ditengah jalan diberhentikan pembangunannya. Buruknya sistem transportasi dan perilaku angkutan umum itulah yang menyebabkan kemacetan secara langsung dan secara tidak langsung meningkatkan kecenderungan sebagian besar maasyarakat untuk menggunakan mobil pribadi dan motor sebagai alat transportasi mereka sehari –hari yang didukung oleh perilaku masyarakat itu sendiri yang mengedepankan gengsi. Sehingga jumlah kendaraan pribadi akan terus mendominasi jalan – jalan ibukota yang mengakibatkan kemacetan.
Kemudian penyebab berikutnya adalah arus perpindahan atau urbanisasi yang setiap tahun semakin bertambah. Karena Jakarta adalah ibukota dan anggapan bahwa Jakarta adalah kota yang dapat mencari uang dengan mudah. Semakin bertambahnya penduduk akan meningkatkan mobilitas masyarakat yang membutuhkan alat transportasi, lapangan pekerjaan serta tempat untuk tinggal dan usaha yang cenderung menggunakan fasilitas umum seperti trotoar dan badan jalan, bahkan sebagian dari mereka ada yang mendirikan mendirikan tempat tinggal dibantaran kali sampai kolong jembatan. Mereka banyak yang mendirikan tempat – tempat usaha di jalan umum, seperti warung kelontong, warung makan, dagangan kaki lima, tempat tambal ban dan masi banyak contoh lainnya, sehingga jalan umum pun kian menyempit. Pemda DKI pun nampaknya ksudah kewalahan menghadapi persoalan ini. Memang Pemda kadang menertibkan tempat-tempat usaha di jalan umum, namun seakan tidak jera setelah ditertibkan mereka kembali lagi membuka usaha di jalan umum.
Sebenarnya masih banyak lagi penyebab kemacetan Jakarta, namun dengan segala keterbatasan, hanya ini yang dapat saya paparkan. Mengenai solusinya pasti ada, asal ada kemauan dari pihak Pemda DKI dan sosialisasi terhadap masyarakat mengenai upaya mengurangi kemacetan di Ibukota Negara yang kita cintai ini.
Browse: Home > Kemacetan Jakarta
0 Comments:
Posting Komentar